Taro Ada Taro Gau

PERIBAHASA.NET –Peribahasa Bugis “Taro Ada Taro Gau” ini secara harfiah bermakna, “Simpan Kata, Simpan Perbuatan.” Wahyuni (2017) menyebut, peribahasa ini mengandung nilai tentang keselarasan antara sikap dan kata-kata, antara ucapan dan perbuatan. Dengan begitu, peribahasa Bugis ini mengandung kearifan tentang ucapan, perbuatan, sikap, atau keputusan di dalam menjalani kehidupan bersosial dan bermasyarakat.

taro ada taro gau

A. Makna Harfiah

Sebagaimana disinggung di bagian pembuka, “Taro Ada Taro Gau” berarti “Simpan Kata, Simpan Perbuatan”. Maksudnya, kesatuan kata dan perbuatan. Jika seseorang menyebut kata “merah,” yang dilakukannya adalah “perbuatan merah” juga. Bukan sebaliknya.

 

B. Makna Filosofis

Dalam penelitian yang dilakukan Riskiyani dkk pada 2019, peribahasa Bugis “Taro Ada Taro Gau” ini memiliki beberapa makna filosofis yang layak kita jadikan pegangan dalam hidup. Makna filosofis tersebut terkait erat dengan cara kita bersosialiasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial di mana kita menjalani hidup dan kehidupan.

Dalam pandangan Riskiyani dkk, berikut inilah beberapa nilai yang bisa kita serap dari peribahasa Bugis tersebut;

 

1. Alempureng (Kejujuran)

Kejujuran adalah pilihan sikap yang sungguh-sungguh dipedomani oleh masyarakat Bugis. Salah satu tanda bahwa seseorang berpegang pada kejujuran adalah selarasnya antara ucapan/kata-kata dan perbuatan. Dengan kata lain, tidak ada kejujuran bagi mereka yang ucapan dan tindakannya saling mengkhianati satu sama lain.

 

2. Amaccang (Kecendekiaan)

Kecendekiaan juga ditandai oleh sebuah sikap yang konsisten/istikamah. Maksudnya, kalangan cendekia adalah mereka yang dengan konsisten berpegang pada kejujuran sikap dan perbuatan, antara tindak-tanduk dan ucapan yang meluncur dari rongga mulutnya.

 

3. Assitinajang (Kepatutan)

“Taro Ada Taro Gau” juga memancarkan nilai kepatutan. Kata patut sendiri sebetulnya secara maknawi tidak terlampau jauh dari kata “selaras.” Sesuatu disebut patut secara norma sosial manakala seseorang menampilkan kesatuan dalam kata dan perilaku.

 

4. Agettengeng (Keteguhan)

Bagaimana mungkin peribahasa “Taro Ada Taro Gau” mengandung nilai keteguhan? Ya, karena “melaksanakan” perintah ucapan sendiri itu tidak mudah. Hanya mereka yang memiliki keteguhan yang dapat dan mampu melaksanakan. Tanpa keteguhan, sulit bagi kita teguh memegang komitmen untuk tidak menyelisihi perkataan kita sendiri.

 

5. Réso (Usaha)

Usaha adalah perilaku badani yang berat dan penuh tantangan, sama seperti usaha menyelaraskan kata ke dalam perbuatan. Butuh usaha ekstra agar kita tidak dicap sebagai orang yang inkonsisten atau pengkhiat, justru terhadap apa yang kita ucapkan sendiri.

 

6. Siriq (Harga Diri)

Mereka yang berhasil menerapkan “Taro Ada Taro Gau” telah sampai ke taraf penancapan harga diri yang tinggi. Sebab, hanya dengan cara itu harga diri kita poles, kita langgengkan dengan cara yang terhormat.

 

C. Penutup

Peribahasa Bugis “Taro Ada Taro Gau” tentu menyimpan nilai-nilai filosofis yang layak kita pedomani, sampai kapan pun. Kearifan lokal Bugis akan selalu relevan dan kontekstual dengn setiap perubahan sosial, zaman, dan lain sebagainya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *